Kami sedang menunggu buku ketujuh kami tentang "Mbah Mutamakin"

Jumat, 10 Februari 2012

Misteri Situs Gunung Padang, Karya Peradaban Jawa Kuno

Situs Gunung Padang, Karya Peradaban Jawa Kuno

Heboh gunung yang memiliki situs saat ini luar biasa. Orang dibawa kedalam pemikiran yang penuh keraguan, penuhh harapan, ada khayalan pembenar, dihadapkan pada pilihan-pilihan teori yang memungkinkan benar, disuguhi bukti-bukti artefak yang menguatkan. Ditambah lagi model analisis yang meyakinkan. Maka, orang-orang tidak berani memutuskan dengan sempurna untuk berpendapat mendukung argument yang membenarkan maupun yang tidak membenarkan. Di situlah letas asyiknya…Antara iya dan apa iya, berkelindan.

Situs Gunung Padang, di Jawa Barat telah menunjukkan artefak batu-batu yang tersusun di atas gunung. Ini tidak bisa disangkal lagi, bahwa ini adalah kreasi manusia. tentu saja manusia yang hidup sekitar 4000an sebelum masehi. Bahkan hingga 6000an SM. Kira-kira begitu. Siapa penyusunnya? Alasan apa menyusun itu? Bagaimana bentuk dasarnya? Untuk menjawab itu, saya mencoba menjelaskan. Semoga penjelasan ini dapat memberikan gambaran imaginasi.

Kurun waktu 6000-4000 SM, di lokasi gunung padang itu telah dihuni manusia Jawa purba. Mereka adalah ras manusia seperti sekarang ini, sudah berbahasa, berinteraksi antar sesama, bahkan sudah ada penjelajahan dari belahan bumi lain. Hanya saja, warna kulit mereka ini gelap. Rasnya mirip ras Afrika, yang berkulit sangat gelap. Kalau kemudian kemarri kulitnya sudah agak terang, itu karena sudah ada perkawinan campuran antar ras. Kehidupan mereka ini belum mengenal system kehidupan berdasar keluarga. Begitu pula system kepercayaan masih sangat sederhana. Boleh dikatakan hampir tidak ada hukum. Bahkan memakan manusia lain masih lumrah.

Meskipun system kehidupan bermasyarakat maupun system kepercayaan masih sangat sederhana, namun mereka telah sadar berkelompok dan juga mempercayai adanya zat yang adi kuasa. Dua kesadaran ini terbukti adanya pembangunan situs batu di pucuk gunung. Dipilihnya lokasi pucuk gunung, karena mereka berpendapat bahwa tempat yang tertinggi itu menunjukkan tempatnya para dewa atau zat yang kuasa yang dipercayainya. Hanya saja dewa yang diartikan di sini bukanlah layaknya dewa yang dipercayai oleh kepercayaan Jawa yang lebih modern yang digambarkan dalam dewa-dewa wayang. Dewa mereka adalah dewa hampa. Dewa tanpa nama. Puncak tertinggi spiritualitasnya adalah suwung. Nol. Tidak menemui apa-apa. Sebagaimana gambaran pucuk gunung itu. Oleh karena itu mereka membentuk bangunan-bangunan sebagai tempat peribadatan di sana.

Bentuk dasar bangunan batu pada jaman itu tidak beraturan. Tidak ada pola geometris tertentu. Sepertinya membangunnya hanya berdasarkan keinginannya saja. Bentuk dan keindahan tidak mendapatkan prioritas. Batu-batu ditumpuk sesuka hatinya. Sisa-sisa yang tampak sekarang ini merupakan reruntuhan. Bukan bentuk bangunan dasarnya. Batu-batu yang ada di pucuk gunung itu berasal dari dasar gunung, atau tempat lain di sekitar gunung. Mereka tidak membuat batu-batu agar bisa berbentuk geometris seperti yang tampak sekarang ini, melainkan mereka mencari batu-batu yang memiliki bentuk serupa, yang lalu disusunnya.

Kala itu pecahan batu yang berbentuk persegi (gilig) seperti itu banyak tersebar di daerah itu. Batu-batu itu asal dari proses alam. Alam bisa membentuk seperti itu, karena sesar di bawah bumi jawa barat itu banyak yang berpotongan. Ketika ada gempa, yang kemudian menghasilkan panas dan melontarkan material-material dengan energy yang kuat dan tegak lurus disertai dengan resonansi, maka bentuk-bentuk batu seperti itu bisa terjadi. Bahkan gunung yang kelihatan Limas, dengan sisi miring lurus juga terbentuk. Struktur tanah yang seperti punden berundak juga terbentuk dari situ.
Kira-kira menjelang 2000 SM, sudah ada datang orang-orang dari negeri seberang. Meskipun di awalnya banyak pertikaian, namun lama-kelamaan bisa berdampingan dan berasimilasi. Lahirlah ras-ras baru seperti kita-kita ini. Perihal prosesi makan manusia, ini ada yang karena persembahan, maupun karena keyakinan kekuatan atau kesaktian. Atau juga bentuk dari perlawanan. Tidak ada pola yang menggambarkan secara pasti. Sering kali mereka mengubur tulang-belulang sisa yang dimakan, maupun mengubur orang yang meninggal normal, mayatnyya dimasukkan ke dalam rrongga-rongga batu yang ada di gunung itu. Rongga-rongga gunung itu terbentuk karena proses geologis. Alami geologis. Bukan kreasi orang untuk batu yang terpendam. Karena mereka membangun di atas tanah dengan ketinggian yang tidak tinggi. Awalnya bangunan ya bisa mirip stone hang yang ada di amerika. Mempunyai kemiripan seperti itu.
Begitulah gambaran terbentuknya situs gunung Padang di Jawa Barat. Begitulah yang saya tahu. Kebenaran mutlaknya hanya ada pada Tuhan Yang maha Kuasa. Untuk mencari kebenaran versi keilmiahan sekarang ini, lebih baik dibuktikan saja. Tulisan ini tidak bertendensi menunjukkan kebenaran sendiri. Melainkan membantu memperbanyak sisi pendapat, barangkali bisa untuk rujukan. Terima kasih.

Wa Allahu’alam bi al-showab.

Ditulis Oleh: Argawi Kandito. Pebruari, 10, 2011.

Kamis, 09 Februari 2012

Menguak Misteri Gunung Sadahurip di Garut

Menguak Misteri Gunung Sadahurip di Garut

Oleh: Syeh Pandrik (Argawi Kandito)

Saat ini, Pebruari 2012, berita di media massa ramai membahas tentang fenomena gunung Sadahurip di Kabupaten Garut yang memiliki bentuk mirip piramida. Karena bentuknya itu, lalu orang-orang berpendapat “jangan-jangan itu memang betul piramida?” Apalagi, berita tentang fenomena itu mendapat penguatan-penguatan dari berbagai tokoh, seperti staf ahli presiden tentang bencana, juga orang yang disebut sebagai paranormal karena mengaku mendapat bisikan gaib, dan sebagainya. Ditambah lagi adanya isu yang beredar bahwa itu konon telah diteliti dengan uji sinar fisika dan sebagainya. Lebih heboh lagi ketika media mengangkatnya dengan tayangan-tayangan yang dibumbui analisis gambar, dicoba dihubungkan dengan teori-teori yang bisa menguatkan, maka perdebatan menjadi semakin asyik untuk diperhatikan.

Namun demikian, ilmuwan-ilmuwan yang tergolong dalam antropolog, dan beberapa geolog, juga sejarawan, banyak yang membantah bahwa itu merupakan piramida tinggalan kebudayaan kuno. Mereka berargumen bahwa tidak ada tanda-tanda kebudayaan di sekitarnya yang memperkuat adanya proses pembangunan piramida. Tentu juga ada alasan-alasan lain. Paparan mereka disiarkan di berbagai media televisi maupun media cetak. Meskipun demikian, paparan mereka ini diperhatikan minir oleh sebagian orang, terutama orang yang berharap bahwa itu benar-benar piramida.

Orang-orang yang berharap bahwa gunung Sadahurip itu adalah berasal dari piramida ternyata banyak sekali. Mungkin mereka akan menjadi lebih bangga jika itu benar-benar terbentuk dari piramida. Karena, dengan demikian akan bisa menepuk dada lebih kencang bahwa ternyata Indonesia (terutama Jawa) dulu itu adalah berperadaban tinggi. Dengan semangat itu, maka mulai mengkaitkan dengan bukunya Santos tentang Atlantis itu adalah Indonesia, dan sebagainya. Argumen-argumen lain seperti kebudayaan Jawa yang ternyata mempunyai kemiripan dengan kebudayaan kuno Negara-negara lain juga menjadi penguat. Argumen ini tetap mendapat sokongan, karena selama ini tidak ada (baca: minim) data tercatat tentang peradaban di Jawa ini. Karena tidak ada catatan itu, maka pendapat apa saja bisa berprobabilitas benar.

Dengan memerhatikan perdebatan-perdebatan di atas, saya mencoba untuk melacak apa yang terjadi dengan gunung Sadahurip itu. Hasil dari pelacakan saya dengan metode spiritual (metafisis) dengan cara melihat terbentuknya gunung Sadahurip itu, maka saya bisa menyatakan bahwa:

1. Gunung Sadahurip itu bukan bentukan manusia. Artinya bukan terbentuk karena adanya upaya manusia untuk membangun piramida seperti pembangunan piramida di Mesir.

2. Gunung Sadahurip itu murni terbentuk akibat peristiwa geologi yang terjadi pada jutaan tahun lampau.

3. Bentuknya yang menyerupai piramida disebabkan adanya gempa yang cukup besar kala itu dengan episentrum di bawah gunung itu. Tepat di bawah gunung itu ada sesar yang saling berseberangan. Ketika ada gempa maka energii dari bawah terpompa ke atas hingga memunculkan gundukan material yang lalu membentuk gunung tersebut. Bentuknya yang seperti piramida itu terjadi karena energy ketika gempa itu tegak simetris dan beresonansi, maka bentuknya material yang menyembul itu menjadi simetris dan karena resonansinya itu maka strukturnya berlapis-lapis menyerupai bangunan punden berundak.

4. prosesnya yang sudah jutaan tahun itu, maka struktur materialnya membatu, dan dilapisan luarnya berupa tanah pada umumnya di permukaan bumi lainnya.

Setelah adanya kehidupan manusia, bentuk gunung yang simetris itu mendapat perhatian penduduk sekitarnya. Bahkan, ketika masyarakat masih berkepercayaan Syiwa-Budha, maupun peradaban Hindu, gunung itu diapresiasi sebagai tempat bersemayamnya Dewa Syiwa. Ketika peradaban itu, gunung itu digunakan sebagai tempat pemujaan.
Begitulah keterangan saya, semoga bisa menjadikan tambahan referensi. Adapun pendapat itu mempunyai probabilitas benar maupun salah, maka saya harapkan adanya kebijaksanaan para pembaca untuk mencerna informasi ini.
Wa Allahu ‘alam bi al-showab.

Ditulis oleh: Syeh Pandrik (Argawi kandito). 9-2-2012.