Kami sedang menunggu buku ketujuh kami tentang "Mbah Mutamakin"

Selasa, 10 Maret 2009

JALASUTERA

Jalasutera, adalah nama yang diberikan oleh Sunan Kalijaga kepada jaringan ulama yang dibentuknya, dalam rangka menyukseskan misi pembangunan Benteng Peradaban dan Benteng Kedaulatan, ketika eksistensi Demak Bintoro mulai terancam oleh sepak terjang Portugis di Malaka.

Jalasutera atau Jaringan Ulama lintas selatan Pulau Jawa ini dibentuk setelah Sunan Kalijaga terinspirasi jaring laba-laba. Ulama-ulama yang menjadi anggota jaringan ini, pada awalnya hanya terbatas pada ulama-ulama yang bergelar Sunan ataupun Kiageng, yang cukup ternama, berada di jalur lintasan Demak hingga Hutan Mentaok, ditambah dengan politikus-politikus Kerajaan Demak Bintoro, khususnya yang ada di Kadipaten Pajang. Beberapa nama yang termasuk dalam Jalasutera pada tahap awal, antara lain: Sunan Bayat, Sunan Panggung, Ki Ageng Jejer, Sunan Geseng, Bupati Brang Wetan, Ki Ageng Pemanahan, Ki Ageng Giring. Pada tahap berikutnya menyusul nama-nama seperti: Ki Ageng Majasto, Ki Ageng Banyubiru, Ki Ageng Lengking, Ki Ageng Selo, dan sebagainya.

Jaring Jalasutera ini diaktifkan pada tahun 1569, ketika Sunan Kalijaga melakukan ekspedisi rahasia, untuk mencari lokasi yang cocok untuk pendirian Benteng Peradaban dan Benteng Kedaulatan. Ekspedisi ke Selatan ini, ke Hutan Mentaok, merupakan salah satu dari tiga ekspedisi rahasia lainnya, yaitu ke Cirebon, dan Ke Tuban. Misi ini disebut misi rahasia, karena ini merupakan kebijakan Keraton Demak Bintoro, dengan raja Sultan Trenggono, yang hendak menyiasati atau mengamankan peradaban Islam yang masih tergolong awal.

Untuk ekspedisi-ekspedisi berikutnya, arah bagian selatan diserahkan kepada Ki Ageng Pemanahan sebagai pemimpinnya, ke arah barat ditunjuklah Sunan Gunungjati, dan ke timur Sunan Prawoto, yaitu putra mahkota kerajaan Demak Bintoro, yang kelak menggantikan Sultan Trenggono setelah wafat. Ketiga misi ini masih tetap menjadi misteri atau rahasia hingga kini, bahwa keinginan Sultan Trenggono dan Sunan Kalijaga untuk membentuk embrio yang akan melahirkan keraton-keraton baru. Dari ketiga ekspedisi itu, ekspedisi ke timur telah mengalami kegagalan pada masa awal. Kegagalan ini karena, pengemban tugasnya kurang matang dalam berpolitik. Misi ke selatan berhasil diwujudkan setelah Kerajaan Pajang mengalami keruntuhan. Misi ke Barat akhirnya berhasil, bahkan meluas hingga ke Banten, setelah mampu meyakinkan dan bekerja sama dengan Pajajaran.

Jalasutera memang lebih tepat disebut sebagai jaringan ulama, hanya saja anggotanya tidak terbatas pada ulama Islam saja. Ada Ki Ageng Mangir juga menjadi anggota jaringan itu. Demikian pula Ki Surodipo dan Ki Tejokusumo, mereka kakak beradik dan warga desa di dekat candi Payak di dekat Kaliopak, juga menjadi jaringan Jalasutera ini. Bahkan di tempat tinggal Ki Surodipo dan Ki Tejokusumo ini, kemudian didirikan posko dan tempat penginapan yang diperuntukkan bagi rombongan ekspedisi dari Demak Bintoro pada ekspedisi-ekspedisi berikutnya. Di sekitar lokasi posko penginapan itu diberi nama oleh Sunan Kalijaga dengan sebutan Desa Bintaran. Kedua kakak beradik tadi bertugas sebagai pelayan sekaligus penyuplai bahan-bahan kebutuhan untuk rombongan dari Demak Bintoro yang datang ke Bintaran. Kedua orang ini lebih dikenal sebagai penjaga tamu atau Ki Jogo Tamu.

Di dekat Bintaran juga ada desa yang mendapat perhatian penuh, yaitu Desa Yosoharjo. Desa ini letaknya sebelah barat Bintaran setelah menyeberang Kaliopak. Desa ini ketika itu bermasyarakat Hindu. Meskipun para rombongan sudah beragama Islam, namun hubungan dengan orang-orang di Yosoharjo berlangsung damai, tanpa menyinggung masalah-masalah kepercayaan. Desa ini, sekarang ini berada di Banguntapan. Pendekatan-pendekatan yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga dan anggota rombongannya adalah melalui pendekatan budaya. Cara ini yang dilakukan juga kepada Ki Ageng Mangir yang merupakan penganut Kejawen atau Kapitayan.

Markas Jalasutera sendiri berpindah-pindah. Tempat yang paling lama sebagai markas Jalasutera adalah di Bayat. Kemudian, berpindah juga ke Gunung Panggung Piyungan. Di Gunung Panggung ini, Sunan Panggung mengajarkan Islam kepada masyarakat. Bahkan putera dari Panembahan Senopati, yaitu Raden Ronggo dan Raden Songgoriti (Raden Mas Jolang), juga belajar mengaji di pondok pesantren Sunan Panggung. Selain Sunan Panggung, di gunung Panggung ada juga ulama yang membantu Sunan Panggung, yaitu Sunan Geseng. Di sebut Sunan Geseng, karena kulitnya berwarna hitam gelap, karena beliau berasal dari Ethiopia. Beliau putera dari Khaleef, seorang pedagang yang juga murid dari Sunan Gresik. Sedangkan Sunan Panggung sendiri adalah orang asli Grobogan, murid Sunan Kalijaga. Putera dari Sunan Panggung ini yang dikenal dengan Sunan Grobogan.

17 komentar:

mookhy mengatakan...

Sunan Geseng Jolosutero
Napa Bukan Sunan Kalijogo Jolosutero
Klo idenya dari Sunan Kalijogo ?

Unknown mengatakan...

dear, dito
misi rahasia? kok disejarah ndak disebutkan ya? bekas kerajaan demakpun jg masih jadi misteri
apa benar kalo sebenarnya demak berdiri dengan raden fatah sebagai rajanya sebenarnya hanya intrik polotik saat itu? bukankah R.Patah itu non pribumi yg beragama islam. sementara yg berhak atas tahta adl keturunan kerajaan majapahit diantaranya syeh siti jenar, makanya beliau disingkirkan krn kebanyakan keturunan kerajaan majapahit beragama hindu.sementara murid2 syeh siti jenar tidak hanya dari kalangan umat islam?

Argawi Kandito, mengatakan...

Heda...keraton Demak dulu ada, hanya bangunannya dari kayu, dan sebagian ada terbuat dari tembok. Ketika Demak runtuh, bahan-bahan bangunan itu sebagian dibawa ke Gunung Jati untuk menyempurnakan keraton Cirebon. Letak keratonnya tidak jauh dari Masjid Demak yang sekarang ini.

Anonim mengatakan...

Maturnuwun informasinya Kang Dito..
Tapi saya kira Nusantara benar-benar terlalu tua untuk diexplore secara utuh, perlu adanya segmentasi bahasan sehingga lebih mudah dicerna kaum pembelajar.

Kang Dito.. Njenengan saya aturi mampir ke gubuk saya di www.rimbobujang.wordpress.com

Maturnuwun...
Sugeng Riyadi

Supawi Pawenang mengatakan...

kami sedang melacak sejarah yang melatarbelakangi berdirinya keraton Mataram. Hasil runutan itu sudah disendratarikan di UIN Sunankalijaga tanggal 29 Maret 2009 saat munas IKA UIN Suka.
Minggu ini kami sedang upayakan untuk dipentaskan dalam bentuk Ketoprak. Malam Minggu nanti insyaallah diskusi pematangan rencana. Disponsori oleh Kyai Jadul Maula-Lesbumi Yogja. Mohon doa semoga sukses.

Anonim mengatakan...

Masa hidup Sunan Kalijogo niku pinten warsa mas? Dalam sejarah kita ndak boleh mencampuradukan antara fakta sejarah dengan mitos lho.. apalagi kalo nilai subyektif kita ikut terlibat.. jadi gak rasional kan? Tenang sajalah, yang pasti para petinggi perdikan yang dihimpun oleh Ki Ageng Pengging tdk mungkin bersatu dg demak.. setahu sy Ki Ageng Jalasutra (Pangeran Panggung) adlh pro Pengging alias pro Syeh Siti Jenar.Bukit Jalasutra sdh berdiri tegak sblm Bintoro Lahir., jaman Medang (Mataram Kuno) tempat itu sampun wonten kok.

Argawi Kandito, mengatakan...

Betul Pak Suradiningrat..Memang bukit Panggung itu, dimana Sunan Panggung ada, dulu adalah salah satu tempat meditasi Kiageng Pengging. Tempat itu yang kini jadi makam Sunan Panggung. Pada dasarnya, antara Pengging, Syeh Siti Jenar dan Sunan Kalijaga adalah akrab dan berkawan. Hanya cerita selama ini seolah ada perselisihan paham antar wali hingga mengakibatkan dihukumnya Syeh Siti Jenar(Menurutku bukan seperti itu ceritanya...Lengkapnya cerita itu sedang saya tulis). Jalasutera itu adalah nama jejaring ulama. Dulu, Sunan Panggung pernah menjadi pimpinan Jalasutera. Ketika itu di situ ada Sunan Geseng. Seorang ulama yang berasal dari Ethiopia (ini juga sedang saya tulis).
JalaSutera sendiri didirikan berkaitan dengan misi rahasia untuk mendirikan Mataram. Dirahasiakannya misi itu untuk mengurangi potensi konflik yang mungkin timbul.

Yudi Prastiawan mengatakan...

Jolosutro diabadikan menjadi nama sebuah pantai di Blitar - juga dipakai sebagi nama "ilmu kadigdayan" yang bisa melumpuhkan semua ilmu...betul begitu Syaikh ?


Wassalam

Argawi Kandito, mengatakan...

Mas Yudi...di sekitar Jogja juga ada nama daerah yang disebut dengan Jolosutro. Tempat itu dulu adalah tempat kediaman Sunan Panggung. Ki Sunan sendiri pernah dipercaya sebagai pemimpin Jolosutro yang kediamannya dijadikan sebagai pusat perkumpulan. Tepatnya di Kecamatan Piyungan-Bantul.
Di tempat itu pula sering berkumpul para wali. Satu sunan yang tinggal bersama Sunan Panggung adalah Sunan Geseng. Beliau ini adalah ulama yang berasal dari Afrika. Kulitnya yang hitam ini kemudian dijuluki dengan Sunan Geseng.

Unknown mengatakan...

>Anda mengatakan Sunan Geseng sbg ulama yang berasal dari Ethiopia.
Apakah beliau sama dgn Sun. Geseng di Jolosutro yg berasal dr Bagelen?
>Karena ada juga Sun. Gegeseng yg memang berkaitan dgn Sun. Panggung terdapat dalam Suluk Malang Sumirang.
>Sun. Geseng (Bagelen) sebelum menjadi sunan, beliau seorang Adipati Bagelen bergelar Tem. Tjokrojoyo, keturunan asli Bagelen.
Mohon penjelasannya.
Wass.

Argawi Kandito, mengatakan...

@ Sph: Tentang suluk Malang Sumirang itu karya yang dipopulerkan oleh Sunan Panggung.
Sunan Geseng itu betul berasal dari Ethiopia. Cerita lengkap nanti akan tertuang di buku saya yang rencana berjudul Babad Mataram.

Kubus Box mengatakan...

Memang betul sekali pak,,untuk mendirikan mataram pertama,,dan untuk persiapan mataram ke dua,,yaitu nusantara mercu suar dunia,,,amin

Kubus Box mengatakan...

Memang betul sekali pak,,untuk mendirikan mataram pertama,,dan untuk persiapan mataram ke dua,,yaitu nusantara mercu suar dunia,,,amin

Kubus Box mengatakan...

Betul,..dan di tutupi selimut,..

Dodi mengatakan...

Alhamdululillah aku ra mudeng...

Apriyanto Kingdom mengatakan...

Di daerah luragung kuningan jawabarat tepatnya desa cibereum kuningan, ada suatu tempat ditengah sawah dikelilingi bambu terdapat 3 makam lama, orang desa taunya tempat makam buyut cipariuk atau buyut jalasutra.
Menurut sejarah orang lama tempat itu jaman dlu jadi tempat para wali berkumpul dari jawa tengah sebelum lanjut ke cirebon.
Tapi saya gak tau kebenarannya
Dan makam itu apakah buyut jalasutra yg mas ceritakan atau buyut cipariuk sebagai yg kelola tempat jaman dlu?
Kebetulan nenek saya keturunan langsung dr buyut itu tp sudah lupa sejarah asal muasalnya.
Silahkan di cek kebenarannya.

Unknown mengatakan...

Asslmualykum,kng dito di tempat saya jg ada makam. Sunan geseng tepatnya di desa pengarengan kec.pangenan kab.cirebon tepat di pinggir jln.pantura cirebon-tegal.apkh sm sunan geseng Yg ada di bagelan.tapi mnrut sesepuh desa kami menyebut pangeran geseng Yg nma aslinya syeh ahmad nawawi.Mhon pinjlsannya.thnk