Syeh Siti Jenar Naik Haji
Setelah beberapa waktu belajar di Baghdad dan menjelang kepulangannya ke Jawa, Syeh Siti Jenar menyempatkan diri untuk berangkat ke negeri Arab guna menunaikan rukun Islam kelima, Ibadah Haji.
Beliau tinggal di Arab tidak lama. Di negeri itu hanya dalam rangka melakukan ibadah haji saja. Tidak ada agenda lain di luar itu, misalnya belajar. Kedatangannya pun menjelang waktu rangkaian ibadah haji dilakukan, dan setelah selesai melakukan ibadah haji beliau langsung berangkat pulang ke negeri Jawa yang sudah sangat dirindukannya.
Menurut pengakuannya, selama melakukan ibadah haji ini Syeh Siti Jenar merasa memperoleh suatu anugerah yang luar biasa bisa mengunjungi Ka'bah. Selain itu beliau juga memperoleh inspirasi dari rangkaian tahapan ibadah haji. Tiap rukun haji dimaknai secara mendalam. Dari pemaknaannya masing-masing rukun itu yang kelak dijadikan suatu konsep ajaran untuk diimplementasikan.
Pemaknaan atas tiap-tiap haji itu diceritakannya sebagai berikut:
Haji yang ditandai dengan datangnya orang dari seluruh penjuru dunia, baik dari bagianselatan, barat, utara, timur, datang menuju suatu titik yang ditandai denganbangunan Ka'bah,
menurut Syeh Siti Jenar menunjukkan arti monoteisme, yaitu kepercayaan bahwa Tuhan itu tunggal. Ibadah haji ini merupakan manifestasi dari syahadad tauhid, yang bersaksi bahwa tuhan itu esa.
Asyhadu anla ilaha ilaAllah. Tiada Tuhan selain Allah. Kaum muslim berkenan datang ke sana dan melakukan ritual-ritual yang berdasar rukun dan syarat yang ditetapkan menunjukkan manifestasi dari persaksiannya bahwa Nabi Muhammad SAW adalah benar-benar Rasul utusan Allah.
Wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah.Itu menunjukkan bukti bahwa mereka betul-betul percaya bahwa apa yang disampaikan oleh Rasulllah itu adalah benar-benar bersumber dari Allah SWT.
Tawaf,
yaitu berputar mengelilingi Ka'bah selama tujuh kali itu dimaknai oleh Syeh Siti Jenar sebagai simbol perputaran dunia, juga dunia kehidupan.
Dalam kaitannya dengan dunia kehidupan, perputarannya sama dengan perputaran tawaf tersebut.Adakalanya perputarannya cepat adakalanya terasa lambat. Oleh karena itu,pasang surutnya rejeki dalam kehidupan, lambat dan cepatnya tercapainya tujuan dari suatu keinginan, mesti akan mengalami ritme seperti itu. Simbol tawaf ini harus dimaknai sebagai pentingnya kesabaran dan keikhlasan. Sabar dan tekun dalam mengikuti arus kehidupan, serta ikhlas menerima keadaan.
Sya'i
yaitu lari-lari kecil dari Safa ke Marwa, selain menunjukkan napak tilas perjalanan Siti Hajar mencari air, itu dimaknai oleh Syeh Siti Jenar sebagai simbol dari perjuangan. Perjuangan tiak akan berhenti sebelum tujuan akhirnya tercapai. Perjuangan tidak akan pernah terwujud tanpa adanya motivasi yang kuat, ketekunan, kerja yang sungguh-sungguh, dan harapan pencapaian. Menurutnya, ini merupakan etos yang harus dimiliki seluruh umat muslim, karena umat muslim mengemban visi rahmatan lil 'alamin.
Wukuf,
yaitu berdiam diri di Padang Arafah dimaknai oleh Syeh Siti Jenar sebagai bentuk dari menggugah kesadaran diri, kesadaran tentang kesejatian manusia. Dalam ritual itu perlu melakukan perenungan dan evaluasi diri tentang apa yang telah dilakukan. Melakukan kontemplasi mencari inspirasi apa yang harus dilakukan kedepan. Memohon ampunan atas segala dosa. Memohon ditunjukkan jalan yang benar agar bisa melakukan amal ma'ruf nahi munkar. Menurutnya, jika wukuf ini dilakukan dengan kesejatian makna wukuf maka manusia dipastikan akan mempunyai kesadaran diri tentang kemakhlukannya.
Jumrah,
yaitu melempar batu-batu kecil kepada tugu-tugu yang dianggap sebagai syaitan, dan ini konon merupakan napak tilas Nabi Ibrahim melempari Syaitan yang mengganggu dirinya ketika hendak menjalankan perintah Tuhan. Ritual ini dimaknai oleh Syeh Siti Jenar sebagai simbol dari pentingnya menekan kejumawaan, nafsu, dan keduniawian.
Ketiga hal ini perlu senantiasa ditekan, karena kalau sempat mendominasi perilaku manusia akan mengakibatkan kehancuran. Nafsu itu ditekan agar tidak muncul. Jika manusia mampu menekan ketiga-tiganya, maka sifat dasar manusia atau hakikat manusia yang akan muncul, bukan sifat syaitan yang ditunjukkan oleh ketiga hal itu tadi.
Tahalul,
yaitu memotong rambut kepala, dimaknai oleh Syeh Siti Jenar sebagai bentuk dari kesederhanaan. Rambut diibaratkan sebagai hiasan atau asesoris yang terkadang membuat orang tertipu dalam melihat keasliannya. Agar ada kejernihan dan kelugasan dalam menilai keaslian, maka diperlukan kesederhanaan. Beliau menegaskan lagi bahwa kesederhanaan itu merupakan asasiah manusia. Budaya konsumerisme dan sifat-sifat yang hedonistik seperti ditampilkan oleh generasi sekarang ini, yang lebih menunjukkan apa yang dimiliki dan disandang secara materi, bukan sebaliknya menunjukkan keasliannya, menurutnya, ada penyimpangan dari semangat nilai tahalul tadi.
Qurban,
yang ditandai dengan pemotongan seekor binatang, selain merupakan bentuk napak tilas Nabi Ibrahim dalam menjalankan perintah Allah, dimaknai oleh Syeh Siti Jenar dengan semangat berbagi. Untuk bisa berbagi, maka nafsu kehewanan yang bersifat mementingkan diri sendiri, menuruti nafsu hewaniah yang tidak akan berhenti mengunyah sebelum kenyang, harus diakhiri. Manusia harus menggunakan akal budinya untuk tidak larut dalam individualisme, tetapi harus memperhatikan kehidupan sosial, dan ikut serta dalam menciptakan keharmonisan.
Sumber : wawancara Argawi Kandito dan SSJ.
BAGAIMANA MENGATASI ANAK KECANDUAN GADGET | Mabuk gadget vs. Bikin Karya
4 tahun yang lalu