Kami sedang menunggu buku ketujuh kami tentang "Mbah Mutamakin"

Selasa, 21 Juni 2011

Dialog Dengan Gus Dur Tentang Ruyati yang Dihukum Pancung

Dialog dengan Gus Dur tentang Ruyati
Gus, baru saja TKW kita mati dihukum Pancung Arab Saudi. Apa komentar anda?
Itu menunjukkan kemunduran dan kegagalan pemerintah kita.
Letak kemunduran dan kegagalannya dimana Gus?
Pemeritah itu kan wajib melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah. Amanat undang-undang dasar Ini harus dipedomani dimana saja. Termasuk di luar negeri. Apalagi TKI itu kan bekerja di sana, menghasilkan devisa, yang tujuannya menyejahterakan ekonomi. Itu kan terjadi demi mengatasi kemiskinan. Kita wajib melindungi mereka.
Kejadian seperti ini kan pernah terjadi juga di jaman dulu to Gus?
Memang. Memang ada sejak dulu. Tapi alangkah baiknya jika kebodohan lama itu tidak diulangi lagi saat ini. Biarlah yang dulu itu menjadi dosa pemimpin yang lalu. Bukan kok malah dosa itu ditiru.
Inikan masalah qisas Gus? Apakah bisa dibatalkan?
Ya..qisas ataupun apalah…Prinsipnya, setiap Negara itu harus menghormati Negara lain. Ini berarti ada ruang untuk dinegosiasikan. Ada negosisasi yang bisa dilakukan.
Dalam kacamata HAM, Arab itu sangat lemah. Ya karena pemberlakuan qisasnya itu.. Tetapi dalam kacamata agama dengan kultur Arabnya itu nggak apa-apa.. Meskipun dalam kepatutan internasional dan PBB itu tidak layak. Kalau ditelusuri dengan seksama, justru kita seharusnya dapat penghormatan dari mereka.
Kenapa?
Karena kita ini sama-sama anggota PBB. Masyarakat internasional. Harus saling melindungi. Selain itu, kita sudah banyak menyumbang hal-hal positif terhadap Arab. Kita setiap tahun mengirimkan devisa melalui haji, tenaga kerja, yang akhirnya memutar perekonomian mereka lebih cepat. Mereka juga menanamkan ideologinya ke kita. Kita memang dapat keuntungan dari itu, tetapi keuntungan mereka lebih besar. Maka tidak ada alasan mereka menolak negosiasi dengan kita.
Nyatanya begitu?
Ya itu tadi. Karena kekeliruan kita mengambil jalan. Jangan dianggap hilangnya satu nyawa itu selesai. Traumanya para TKI kan masih ada. Coba kalau mereka lalu nggak mau kerja lagi dan kembali ke Indonesia semua. Apa nggak menimbulkan masalah baru?
Negosiasi seperti apa yang harus ditekankan?
Negosiasi tentang bagaimana kita harus melindungi warga Negara kita. Memang kita tidak bisa mengintervensi Negara mereka. Dalam hubungan internasional kita tidak boleh intervensi. Tetapi kita berhak untuk melindungi dan mengurusi warga Negara kita yang bermasalah di negeri lain. Itu Bisa dinegosiasikan. Sebenarnya hukum qisas itu tidak hanya tergantung pada keluarga yang memaafkan. Ada sisi lain yang bisa dinegosiasikan, seperti diat dan sebagainya. Sebenarnya diat itu Itu kan wujud dari bisa dinegosiasikan.
Bagaimana kalau keluarga korban bersikeras tidak memaafkan?
Mereka itu sebenarnya meminta penjaminan sebagai wujud ditegakkannya keadilan. Pernjaminan ini bisa dari Negara atau dari apapun. Raja mereka bisa menjamin itu. Maka kita bisa meminta Raja mereka untuk menjamin. Kenapa raja bisa begitu? Karena Raja punya hak untuk mendekati rakyatnya. Ini peluang.
Apakah alasan itu yang anda gunakan untuk Zainab?
Ya seperti itu. Warga Negara itu komponen terpenting. Harus betul-betul kita perjuangkan. Dengan komunikasi yang baik dan sopan santun, mereka akan luluh.
Waktu anda berhasil meyakinkan, apakah karena hubungan pribadi apa hubungan Negara?
Memang saya kenal akrab dengan Raja Fahd secara pribadi. Tetapi selain itu, kita kan sudah berhubungan baik sejak lama dengan Arab. Maka mudah untuk melakukan negosiasi. Selain alasan pribadi ya alasan sesama kepala Negara. G to G. Andai saya tidak kenal juga tetap akan melakukan negosiasi seperti itu. Kita bisa menunjukkan keuntungan-keuntungan yang mereka dapatkan dari kita. Mereka kan juga punya nalar untuk itu. Mereka juga memedomani politik etis. Mereka ini Negara timur. Ada toleransi. Tetapi ini memang harus dilakukan dengan bahasa komunikasi yang baik.
Kalau sudah terjadi seperti ini?
Ya jangan diulangi lagi. Kalau diulangi..ya.. bodoh.
Kultur Arab itu seperti apa?
Pada dasarnya mereka sama dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Sama. Tetapi cenderungnya mereka akan menggunakan hukumnya sendiri. Bangsa Arab itu bukan tipe bangsa yang melihat keluar, atau melihat modernitas. Mereka terkadang tidak melihat pola-pola hubungan internasional. Kecenderungannya mereka berdiri diatas hukumnya sendiri. Tidak memperhatikan Negara lain, termasuk terhadap Negara yang telah memberikan jasa bagi mereka. Tetapi kalau kita ingatkan mereka dan kita dekati dengan kerjasama antar Negara, mereka mau. Kalau dilihat sepintas kulturnya memang keras, tetapi kalau kita dekati sangat lunak. Orang Arab itu sangat mudah kita bujuk. Dengan syarat pendekatannya bagus, mereka akan luluh. Tetapi dengan pendekatan keras, malah nggak akan jalan. Negara-negara Arab kebanyakan seperti itu. Lihat saja yang terjadi antara Lybia dengan NATO. NATO dengan pola keras, Khadafi tidak akan apresiatif. Kalau dilakukan dengan soft mungkin Khadafi rela mundur. Kuncinya komunikasi.
Kalau sudah terlanjur seperti ini Gus, menarik duta besar efektif apa nggak?
Salahnya Duta Besar apa? Duta itu tidak salah, yang salah ya presiden dan menteri-menteri yang terkait.
Kan Duta itu paling dekat keberadaannya dengan mereka?
Tapi untuk hubungan internasiona itu, paling rendah menteri. Bukan Duta.
Ini masih ada lagi Gus. TKW bernama Darsem ini juga mau dipancung jika tanggal 7 Juli tidak membayar Diat 4,7 M. ini bagaimana Gus?
Ya..Pemerintah harus menyelesaikan. Itu tanggung jawab pemerinah. Jangan sampai terhukum lagi.
Berarti harus bayar Diat ya Gus?
Kalau begitu saja sampai membayar Diat..ya Pemerintah bodoh. Wong kita ini banyak menguntungkan mereka kok. Harusnya ya lepas tanpa syarat. Nego saja tentang keuntungan yang kita sumbangkan bagi mereka. Pokoknya..jangan sampai Darsem dipancung. Dia harus dibebaskan.
Baik Gus. Terima kasih.

Kamis, 16 Juni 2011

Dialog dengan Bung Karno tentan Marheinisme

Marhaenisme
Dilansirnya ideologi Marhaenisme oleh Bung Karno dilatarbelakangi oleh keinginannya untuk menggerakkan massa, terutama massa akar rumput, karena ketika itu massa ini seakan statis, dan kurang responsip dengan keadaan kala itu. Massa seakan tidak tahu apa yang harus diperbuat demi nusa dan bangsanya. Tidak seperti massa priyayi, terutama yang telah berpendidikan, yang telah berkesadaran tinggi serta bergerak mandiri untuk melakukan perjuangan merubah keadaan, dengan tujuan kemerdekaan, dan kesejahteraan masyarakat dan bangsa Indonesia.
Apa yang dirasakan Bung Karno ketika itu, dirasakan pula oleh pemimpin-pemimpin dan pemuka-pemuka masyarakat. Mereka sama-sama ingin bergerak bersama rakyat, berjuang untuk kemerdekaan, agar kehidupan bangsa meningkat menjadi sejahtera. Puncak perasaan itu tumbuh menguat tatkala ada momentum peringatan hari kebangkitan nasional dan peringatan sumpah pemuda. Dari perenungannya yang dalam untuk menemukan solusi menggerakkan massa rakyat bawah ini, maka Bung Karno akhirnya menemukan jawabannya, yaitu memunculkan ideologi Marhaenisme.
Istilah Marhaenisme ini sendiri diambil dari nama seseorang filosof Eropa Timur, yang bernama Max Marhaen. Pemikiran filosof ini meskipun tidak popular, namun mampu mengilhami lahirnya munculnya gerakan renaissance di Eropa, pada abad pertengahan. Kala itu, Negara-negara di Eropa, terutama Negara-negara yang berkembang, bangkit menuju pencerahan dengan berbasis pemikiran Marhaen itu.