Situs Gunung Padang, Karya Peradaban Jawa Kuno
Heboh gunung yang memiliki situs saat ini luar biasa. Orang dibawa kedalam pemikiran yang penuh keraguan, penuhh harapan, ada khayalan pembenar, dihadapkan pada pilihan-pilihan teori yang memungkinkan benar, disuguhi bukti-bukti artefak yang menguatkan. Ditambah lagi model analisis yang meyakinkan. Maka, orang-orang tidak berani memutuskan dengan sempurna untuk berpendapat mendukung argument yang membenarkan maupun yang tidak membenarkan. Di situlah letas asyiknya…Antara iya dan apa iya, berkelindan.
Situs Gunung Padang, di Jawa Barat telah menunjukkan artefak batu-batu yang tersusun di atas gunung. Ini tidak bisa disangkal lagi, bahwa ini adalah kreasi manusia. tentu saja manusia yang hidup sekitar 4000an sebelum masehi. Bahkan hingga 6000an SM. Kira-kira begitu. Siapa penyusunnya? Alasan apa menyusun itu? Bagaimana bentuk dasarnya? Untuk menjawab itu, saya mencoba menjelaskan. Semoga penjelasan ini dapat memberikan gambaran imaginasi.
Kurun waktu 6000-4000 SM, di lokasi gunung padang itu telah dihuni manusia Jawa purba. Mereka adalah ras manusia seperti sekarang ini, sudah berbahasa, berinteraksi antar sesama, bahkan sudah ada penjelajahan dari belahan bumi lain. Hanya saja, warna kulit mereka ini gelap. Rasnya mirip ras Afrika, yang berkulit sangat gelap. Kalau kemudian kemarri kulitnya sudah agak terang, itu karena sudah ada perkawinan campuran antar ras. Kehidupan mereka ini belum mengenal system kehidupan berdasar keluarga. Begitu pula system kepercayaan masih sangat sederhana. Boleh dikatakan hampir tidak ada hukum. Bahkan memakan manusia lain masih lumrah.
Meskipun system kehidupan bermasyarakat maupun system kepercayaan masih sangat sederhana, namun mereka telah sadar berkelompok dan juga mempercayai adanya zat yang adi kuasa. Dua kesadaran ini terbukti adanya pembangunan situs batu di pucuk gunung. Dipilihnya lokasi pucuk gunung, karena mereka berpendapat bahwa tempat yang tertinggi itu menunjukkan tempatnya para dewa atau zat yang kuasa yang dipercayainya. Hanya saja dewa yang diartikan di sini bukanlah layaknya dewa yang dipercayai oleh kepercayaan Jawa yang lebih modern yang digambarkan dalam dewa-dewa wayang. Dewa mereka adalah dewa hampa. Dewa tanpa nama. Puncak tertinggi spiritualitasnya adalah suwung. Nol. Tidak menemui apa-apa. Sebagaimana gambaran pucuk gunung itu. Oleh karena itu mereka membentuk bangunan-bangunan sebagai tempat peribadatan di sana.
Bentuk dasar bangunan batu pada jaman itu tidak beraturan. Tidak ada pola geometris tertentu. Sepertinya membangunnya hanya berdasarkan keinginannya saja. Bentuk dan keindahan tidak mendapatkan prioritas. Batu-batu ditumpuk sesuka hatinya. Sisa-sisa yang tampak sekarang ini merupakan reruntuhan. Bukan bentuk bangunan dasarnya. Batu-batu yang ada di pucuk gunung itu berasal dari dasar gunung, atau tempat lain di sekitar gunung. Mereka tidak membuat batu-batu agar bisa berbentuk geometris seperti yang tampak sekarang ini, melainkan mereka mencari batu-batu yang memiliki bentuk serupa, yang lalu disusunnya.
Kala itu pecahan batu yang berbentuk persegi (gilig) seperti itu banyak tersebar di daerah itu. Batu-batu itu asal dari proses alam. Alam bisa membentuk seperti itu, karena sesar di bawah bumi jawa barat itu banyak yang berpotongan. Ketika ada gempa, yang kemudian menghasilkan panas dan melontarkan material-material dengan energy yang kuat dan tegak lurus disertai dengan resonansi, maka bentuk-bentuk batu seperti itu bisa terjadi. Bahkan gunung yang kelihatan Limas, dengan sisi miring lurus juga terbentuk. Struktur tanah yang seperti punden berundak juga terbentuk dari situ.
Kira-kira menjelang 2000 SM, sudah ada datang orang-orang dari negeri seberang. Meskipun di awalnya banyak pertikaian, namun lama-kelamaan bisa berdampingan dan berasimilasi. Lahirlah ras-ras baru seperti kita-kita ini. Perihal prosesi makan manusia, ini ada yang karena persembahan, maupun karena keyakinan kekuatan atau kesaktian. Atau juga bentuk dari perlawanan. Tidak ada pola yang menggambarkan secara pasti. Sering kali mereka mengubur tulang-belulang sisa yang dimakan, maupun mengubur orang yang meninggal normal, mayatnyya dimasukkan ke dalam rrongga-rongga batu yang ada di gunung itu. Rongga-rongga gunung itu terbentuk karena proses geologis. Alami geologis. Bukan kreasi orang untuk batu yang terpendam. Karena mereka membangun di atas tanah dengan ketinggian yang tidak tinggi. Awalnya bangunan ya bisa mirip stone hang yang ada di amerika. Mempunyai kemiripan seperti itu.
Begitulah gambaran terbentuknya situs gunung Padang di Jawa Barat. Begitulah yang saya tahu. Kebenaran mutlaknya hanya ada pada Tuhan Yang maha Kuasa. Untuk mencari kebenaran versi keilmiahan sekarang ini, lebih baik dibuktikan saja. Tulisan ini tidak bertendensi menunjukkan kebenaran sendiri. Melainkan membantu memperbanyak sisi pendapat, barangkali bisa untuk rujukan. Terima kasih.
Wa Allahu’alam bi al-showab.
Ditulis Oleh: Argawi Kandito. Pebruari, 10, 2011.
BAGAIMANA MENGATASI ANAK KECANDUAN GADGET | Mabuk gadget vs. Bikin Karya
4 tahun yang lalu
8 komentar:
cukup menarik syaikh....,,,
sampean dpt mengindra alam gaib yg tdk dpt dilakukan oleh orng awam.
saya pernah membaca sebuah buku tentang benua besar yang hilang yaitu benua atlantis...., ini hingga kini menjadi misteri apakah benar indonesia ini dulu sebagai benua yg hilang itu.....
minta tolong coba di jelajahi ya syaikh pandrik.....,,
trimakasih.
semoga benar
di artikel disebutkan stone henge dari amerika?bukankah ada di inggris?
saya jd penasaran dengan batuan yg besar2 tersebut...bagaimana cara memindahkannya y?mgkn anda sdh tahu?sekalian sharing buat wawasan
thanks
dear, dito
ternyata gitu ya? ndak seheboh pemberitaan di media.so peninggalannya berarti cuma batu2 yg berserakan doang ya?
Duh walah .... Kok ngaco ya...
Maaf ,,,
Semoga para penelitik segera menemukan titik terang tentang situs di gunung padang ini.
Haiii
Ngarang yaa..! Ngaco ach
http://budisansblog.blogspot.com/2013/06/gunung-padang.html?m=1
Posting Komentar